Dengan menyebut Asma Alloh Yang Maha Pengasih dan Penyayang, saya awali cerita ini dengan sebuah pernyataan, ternyatan Alloh bukan mengundang yang mampu untuk berkunjung ke Baitullah, melainkan memampukan bagi siapapun yang mau. Rasanya dalam kondisi pandemi saat ini, banyak saya lihat mereka yang mampu baik secara fisik maupun secara ekonomi, namun belum berani, terlalu khawatir akan terjangkit virus Covid-19. Padalah Ialah Dzat yang menciptakan virus itu dan tentunya memiliki obat penalarnya, bukankah ini menjadi suatu kesempatan emas untuk benar-benar pasrah meminta kepada-Nya? Inilah cerita saya, Seorang Pendosa Pengejar Surga.
Panggil saja saya Jojo. Atas izin Alloh, saya kembali diundang ke Baitullah pada tanggal 22 November 2020. Berbekal resah dan gelisah, berharap saja Mekah dan Madinah bisa menjadi tempat mengubah rasa itu menjadi sakinah dan tentunya berbuah rahmah. Apalagi yang membuat resah seorang Singelillah selain perkara jodoh, apalagi diusia yang rasanya sudah cukup untuk menikah. Mahar nikah berupa logam mulia rela aku tukar dengan tiket umrah, tanpa pikir panjang. Memantapkan tekad, luruskan niat, bismillah semoga Alloh mudahkan.
Ada yang khawatir, ada yang terus bertanya-tanya, kok mendadak, ada apa, dan berbagai pertanyaan lain, tapi ada juga yang mendoakan dengan ikhlasnya. Wajar, karena mereka terlalu khawatir, dan itu bentuk sayang mereka.
Umrah kali ini rasanya sangat istimewa, mengapa? Walaupun dengan protokol kesehatan yang super duper ketat, namun justru itu bagi saya adalah sebuah kesempatan sekali seumur hidup, bisa menikmati jamuan Alloh dengan cara yang istimewa pula. Rasanya sudah menjadi Sultan, kemana-mana harus dikawal. Fasilitas ibadah yang didapatpun rasanya berasa kelas VIP, mulai dari Hotel *5 dan sekamar berdua, maskapai kelas ekonomi yang berasa bisnis (3 seats for 1), satu bus kapasitas 50%, dan fasilitas lainnya yang saya tidak bisa sebutkan satu-satu. Yang jelas semua membuat ibadah kita berasa lebih nyaman, lebih tenang dan tentunya lebih khusyuk.
Seluruh protokol kesehatan yang dijalani, membuat saya rasanya lebih pasrah kepada Ia sang pemilik diri ini. Lebih banyak berharap, lebih banyak meminta, lebih banyak muhasabah, meninggalkan kehidupan dunia yang teryata banyak membuat resah dan gelisah. Masyaa Alloh Tabarokalloh, air mata rasanya tak henti-hentinya menetes saat kembali melihat Ka’bah, menumpahkan rindu yang teramat sangat, menengadahkan tangan penuh harap. Walau dengan keterbatasan yang ada, tapi tetap jamuan waktu itu terasa sangat berbeda. Hati bergetar dan lidah seolah kelu tak bisa berucap saat memasuki Raudhah. Kini begitu dekat dengan ia sang Kekasih Alloh, yang kelak saya harapkan syafaatnya. Walau mata tak bisa melihat rupa, namun rasanya hati yang bisa merasa. Kembali menumpahkan rindu, air mata tak terbendung, mengingat perjuanganmu Ya Rosul.
Perjalanan ibadah yang sangat istimewa, menjadi sarana penggugur dosa bagi orang seperti saya penuh dengan alpa. Rasanya, Mekah dan Madinah berhasil menjadi tempat pengubah rasa resah dan gelisah menjadi sakinah dan mawaddah, dan semoga bisa membuahkan rahmah bagi sesama. Perihal jodoh yang masih saya khawatirkan, Insyaa Alloh, telah Alloh tetapkan jauh sebelum saya diciptakan, dan saat ini tugas saya adalah terus memantaskan diri untuk seseorang yang juga sedang berproses menuju kebaikan. Ingatlah ‘…Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu”.
Semoga ada hikmah yang bisa dipetik.